Thiyarah
adalah merasa
bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya
atau apa saja. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Kemudian
apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata : Ini adalah karena
(usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya”. (Al A’raf :
131)
Dahulu
diantara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan
suatu pekerjaan, bepergian misalnya maka mereka meramal peruntungannya dengan
burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika
burung itu terbang kearah kanan maka ia optimis sehingga melangsungkan
pekerjaannya, sebaliknya, jika burung itu terbang ke arah kiri maka ia merasa
bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.
Oleh Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya
:
“Thiyarah
adalah syirik”
Termasuk dalam
kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah
merasa bernasib sial dengan bulan–bulan tertentu. Seperti tidak mau melakukan
pernikahan pada bulan shafar. Juga kepercayaan bahwa hari rabu yang jatuh pada
akhir setiap bulan membawa kerugian terus menerus. Termasuk juga merasa sial
dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya, jika ia pergi
membuka tokonya lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya, serta merta ia
merasa bernasib sial sehingga mengurungkan niat membuka toko. Juga berbagai
kepercayaan yang semisalnya.
Semua hal di
atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
berlepas diri dari mereka. Sebagaiman disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin
Hushain :
“Tidak
termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal
atau meminta diramalkan (dan saya kira juga bersabda) dan yang menyihir atau
yang meminta disihirkan [Hadits riwayat at Thabrani dalam Al Kabir : 18 / 162,
lihat shahihul jami’ no : 5435].
Orang yang
terjerumus melakukan hal-hal diatas hendaknya membayar kaffarat (denda)
sebagaimana yang dituntunkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam :
“barangsiapa
yang (kepercayaan) thiyarahnya mengurungkan hajat (yang hendak dilakukannya)
maka ia telah berlaku syirik, mereka bertanya : Wahai Rasulullah , apa kaffarat
(tebusan) dari padanya? Beliau bersabda : Hendaklah salah seseorang dari mereka
mengatakan : “ ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada
kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain
Engkau [Hadits riwayat Imam Ahmad : 2/220, As silsilah Ash shahihah no : 1065
(hadits ini lemah, sebaiknya disebutkan dengan menerangkan kelemahannya, bin
Baz)]
Merasa pesimis
atau bernasib sial termasuk salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan
itu menekan begitu kuat dan pada saat yang lain melemah. Penawarnya yang paling
ampuh adalah tawakkal kepada Allah.
Ibnu Masud
Radhiallahu’anhu berkata :
“Dan tiada
seorangpun di antara kita kecuali telah terjadi dalam jiwanya sesuatu dari hal
ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal (kepadaNya) [Hadits
riwayat Abu Dawud, no : 3910, dalam silsilah Ash Shahihah hadits no :
430]
0 komentar:
Bismillahirrahmaanirrohiim
Sialahkan menanggapi dengan bahasa yang baik dan sopan... !