- Muqodimah
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذي
أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه
كبر على المشركين ما تدعوهم إليه الله يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه من ينيب
Artinya :
“Dia telah mensyariatkan kamu tentang Dien apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah dien
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik dien yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada dien itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (dien) -Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)”.(QS.42:13)
ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا
تتبع أهواء الذين لا يعلمون
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”. (QS.45:18)
وأنزلنا إليك الكتاب بالحق مصدقا لما بين
يديه من الكتاب ومهيمنا عليه فاحكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم عما جاءك
من الحق لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا ولو شاء الله لجعلكم أمة واحدة ولكن ليبلوكم
في ما آتاكم فاستبقوا الخيرات إلى الله مرجعكم جميعا فينبئكم بما كنتم فيه تختلفون
Artinya :
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu”. (QS. 5:48)
- Pengertian Syariat
Syariat secara bahasa berasal dari kata
:
شَرَعَ – يَشْرَعُ – شَرْعًا ومَشْرَعًا
Artinya
: menggariskan, membuat undang-undang, jalan.
Jika
kata syariat digandengkan dengan kata islam maka mempunyai makna undang-undang
islam atau sering kita kenal dengan sebutan syariat islam.
Syariat
islam adalah syariat (undang-undang) Allah yang dibawa oleh Ruhul amin kepada
rosulnya untuk menjadi pemutus perkara-perkara yang diperselisihkan oleh umat
manusia dibumi. Sebagaimana firman Allah SWT :
كان الناس أمة واحدة
فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين وأنزل معهم الكتاب بالحق ليحكم بين الناس فيما
اختلفوا فيه وما اختلف فيه إلا الذين أوتوه من بعد ما جاءتهم البينات بغيا بينهم
فهدى الله الذين آمنوا لما اختلفوا فيه من الحق بإذنه والله يهدي من يشاء إلى صراط
مستقيم
Artinya :
“Manusia itu adalah umat yang satu.
(Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab
dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang
yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”. (QS. 2:213)
- Prinsip-prinsip syariat islam.
Gambaran syariat yang dinyatakan
Al-qur’an, dijelaskan oleh as-sunah dan yang dipahami oleh para sahabat dan
tabiin adalah gambaran yang hakiki tentang syariat islam yang sesungguhnya. Dimana
syariat islam memiliki prinsip-prinsip dibawah ini :
3.1
‘Adabul Harj
·
Syariat islam menghendaki kemudahan dan bukan kesukaran,
berdasarkan firman Allah :
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
Artinya : “Allah menghendaki
kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian”. (QS.2:185)
·
Syariat islam menyingkirkan kesempitan dan bukan
mendatangkan kesempitan. Berdasarkan firman Allah
يريد الله ليجعل عليكم من حرج ولكن يريد ليطهركم وليتم نعمته عليكم لعلكم
تشكرون
Artinya
:
“Allah tidak hendak menyulitkan
kalian, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan kalimat-Nya
bagi kalian supaya kalian bersyukur”. (QS.5:6)
وجاهدوا في الله حق
جهاده هو اجتباكم وما جعل عليكم في الدين من حرج
Artinya :
“ Dan berjihadlah kamu (Dijalan)
Allah dengan jihad sebenarnya. Dia telah memilihkalian dan Dia tidak menjadikan
atas kalian Di dalam Dien suatu kesempitan”. (QS. 22:78)
3.2.
Taklifut –taklif (memperkecil beban)
Syariat islam menghendaki keringanan
dan bukan memberatkan. Berdasarkan firman Allah :
يريد الله أن يخفف
عنكم وخلق الإنسان ضعيفا
Artinya
:
“Allah hendak memberikan keringanan
kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”.(QS. 4:28)
- Adanya Rukhsoh.
Diantara kemudahan yang menjadi
landasan syariat, Dia memberikan rukhshoh, sebagaimana dijelaskan dalan sunah :
“Sesungguhnya Allah suka jika
rukhshohnya dilaksanakan sebagaimana Dia tidak suka jika kedurhakaan kepada-Nya
dilaksanakan” (HR. Ahmad, Ibnu Hiban & Baihaqy)
Dalam
hadits lain :
“Sesungguhnya Allah suka jika
rukhshohnya dilaksakan sebagaimana Dia suka kehendaknya dilaksanakan” (HR.
At-Tirmidzi & Hakim)
- Memperbolehkan yang diharamkan jika dalam kondisi terpaksa.
Diantara kemudahan yang menjadi
landasan syariat Dia juga memperbolehkan hal-hal yang dilarang jika dalam
keadaan terpaksa dan mendesak, sebagaimana
firman Allah setelah menjelaskan keharaman bangkai, darah, daging babi dan
binatang yang disembelih bukan karena Allah :
إنما حرم عليكم الميتة والدم
ولحم الخنزير وما أهل به لغير الله فمن اضطر غير باغ ولا عاد فلا إثم عليه إن الله
غفور رحيم
Artinya
:
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.(QS. 2:173)
3.3.
At-tadrij fit-tasyri’
Penetapan hukum secara bertahap.
Diantara jenis kemudahan syraiat,
Dia juga menetapkan penahapan (gladuasi) dalam segala urusan dalam meraih tujuan hukum tertentu. Contoh
penahapan hukum keharaman khomer diera permulaan islam.
(QS. 2:219, QS 4:43, QS.
5:90)
3.4.Masholihul ammah (prinsip
kemaslahatan ummat)
4.
Syariat Islam Penyempurna Syariat samawiyah sebelumnya.
Seluruh syariah ditinjau dari aspek aqidah, dasar pokok
ibadah, akhlaq memiliki konsep yang sama ( Identikal) QS.
30:30/7:172/4:165/35:24/
3:81
4.2.Syariah samawiyah ditinjau dari
aspek hukum, tiap para nabi / rosul berbeda beda sesuai dengan tingkat budaya
dan kondisi lokal bangsa/kaumnya. QS.14:4/ 5:48 /7:158
4.3.Syariat yang dibawa Nabi Muhammad
saw. Adalah syariah yang paling paripurna dan bernuansa rahmatan lilalamin. QS.
21:107/22:78/34:28/5:3/
2:208/16:89
5.
Perbedaan Syariah samawiyah (tasyri uluhiyyah) dengan tasyri
wadh’i.
Ada dua macam pembentukan hukum Islam dalam sebuah Negara yaitu tasyri Uluhiyyah dan tasyri Wadh’iyyah
.
a.
Tasyri Uluhiyyah ialah perundang-undangan Negara Islam yang dibentuk khusus
dari sumber dalil-dalil yang Qoth’i Al-Qur’an dan hadits shahih.
Pembentukan hukum ini khusus
dalam mengatur peribadatan yang sifatnya
mahdhah atau Ritualitas.
b.
Tasyri Wadh’iyah ialah hukum/perundang-undangan Negara Islam yang dibentuk dari sumber-sumber
hukum Al-qur’an (Isyarah wahyu) hadits shahih
(isyarah amaliyah) dan ijtihad para khalifah Negara
Islam sebelumnya atau dalam pemerintahan Islam yang sedang berlangsung.
6.
Sumber-sumber hukum dalam syariat Islam
Secara lengkap sumber hukum Islam itu terdiri dari :
1). Al-Qur’anul kariim (kitabullah)
2). Hadits Shahih Rosulullah (Sunnah Rasul)
3). Ijtihad para Khalifah dan ahli hukum (ijma)
4). Maslahatul Mursalah (setiap solusi dari berbagai masalah yang timbul pada sebuah Negara sebagai akibat
perkembangan penduduk, tekhnologi dan budaya)
Subjek Tasyri adalah pemerintah, dan objek tasyri adalah warga
Negara, dan tujuan tasyri adalah untuk menciptakan keadilan dan kehidupan sejahtera
lahir dan bathin secara kondusif.
Lihat dan fahami Al-Qur ‘an :
Q.S. 17:106/42:37 – 38/3:159/4:135 -136/5:8/16:90
7.
Kapasitas syariah islam dalam dimensi hukum dan kehidupan sosial.
Di dalam istilah syara hukum-hukum selain ibadah disebut hukum muamalah
(ahkamul muamalah).
Hukum muamalah meliputi beberapa aspek, diantaranya ;
1.
Ahkamul ahwalisy-syahsiyah, hukum-hukum
yan berhubungan dengan keluarga, hubungan suami istri dan famili. Didalam
al-qur’an ada sekitar 70 ayat yang membicarakan hukum ini.
2.
Ahkamul madniyah (hukum perdata), yakni
yang berhubungan dengan muamalah antar individu, masyarakat dan kelompok,
misalnya jual-beli, sewa menyewa,pengagunan,sirkah, hutang piutang, memenuhi janji,
dan tanggung jawab. Didalam al-qur’an ada 70 ayat yang membicarakan hukum ini.
3.
Ahkamul jinayah (hukum pidana), yakni
yang berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan mukalaf dan sangsi pidana. Ada
sekitar 30 ayat yang membicarakan hukum semacam ini.
4.
Ahkamul murofa’ah (hukum acara) yakni
berhubungan dengan peradilan, masalah saksi dan sumpah. Di dalam al-qur’an
terdapat 13 ayat yang mangatur hukum ini.
5.
Ahkamud dusturiyyah (Hukum perundang-undangan) yakni mengatur dan memberikan batasan bagi hakim dan terdakwa serta
penerapan hak-hak pribadi dan masyarakat. Di dalam al-qur’an terdapat 10 ayat
yang membicarakan hukum semacam ini.
6.
Ahkamud dauliyah (hukum kenegaraan) yakni hukum yang mengatur hubungan antar negara islam dengan negara non
islam ( kafir) serta pergaulan muslim dengan non muslim. Di dalam Al-qur’an
terdapat 25 ayat yang membicarakan hukum seperti ini.
7.
Ahkamul iqtishodiyah (hukum ekonomi dan harta benda) Dimaksud dengan hukum ini ialah yang mengatur hubungan
antar pihak miskin dengan pihak kaya atau
negara dan individu. Didalam al-qur’an terdapat 10 ayat yang membicarakan hukum
ini.
8.
Wajibnya berhukum dengan hukum islam.
Fatwa para ulama kontemporer
1.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam risalah beliau Tahkimul Qawanin,
"Sesungguhnya termasuk kafir akbar yang sudah nyata adalah memposisikan
undang-undang positif yang terlaknat kepada posisi apa yang dibawa oleh ruhul
amien (Jibril) kepada hati Muhammad supaya menjadi peringatan dengan bahasa
arab yang jelas dalam menutuskan perkara di antara manusia dan mengembalikan
perselisihan kepadanya, karena telah menentang firman Allah :
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى
اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ
خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيــــــلاً
"…Maka jika kalian berselisih
dalam suatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian beriman
kepada Allah dan hari akhir…"
[Risalatu Tahkimil Qawanin hal. 5].
Beliau juga mengatakan dalam risalah yang sama, ….”Para hakim memutuskan perkara
mereka dengan hukum yang menyelisihi hukum Al Qur'an dan As Sunah, dengan
berpegangan kepada undang-undang positif tersebut. Bahkan para hakim ini
mewajibkan dan mengharuskan masyarakat (untuk menyelesaikan segala kasus dengan
undang-undang tersebut) serta mereka mengakui keabsahan undang-undang tersebut.
Adakah kekufuran yang lebih besar dari hal ini? Penentangan mana lagi terhadap
Al Qur'an dan As Sunah yang lebih berat dari penentangan mereka seperti ini dan pembatal syahadat
"Muhammad adalah utusan Allah" mana lagi yang lebih besar dari hal
ini?"[1]
2.
Syaikh Ahmad Syakir mengomentari perkataan Ibnu Katsir tentang IlYasiq yang
menjadi hukum bangsa Tartar sebagaimana telah dinukil di depan, "Apakah kalian tidak melihat
pensifatan yang kuat dari Al Hafidz Ibnu Katsir pada abad kedelapan hijriyah
terhadap undang-undang postif yang ditetapkan oleh musuh Islam Jengish Khan?
Bukankah kalian melihatnya mensifati kondisi umat Islam pada abad empat belas hijriyah?
Kecuali satu perbedaan saja yang kami nyatakan tadi ; hukum Ilyasiq hanya
terjadi pada sebuah generasi penguasa yang menyelusup dalam umat Islam dan
segera hilang pengaruhnya. Namun kondisi kaum
muslimin saat ini lebih buruk dan lebih dzalim dari mereka karena kebanyakan umat Islam hari ini telah
masuk dalam hukum yang menyelisihi syariah Islam ini, sebuah hukum yang paling
menyerupai Ilyasiq yang ditetapkan oleh seorang laki-laki kafir yang telah
jelas kekafirannya….Sesungguhnya urusan hukum positif ini telah jelas
layaknya matahari di siang bolong, yaitu kufur yang nyata tak ada yang
tersembunyi di dalamnya dan tak ada yang membingungkan. Tidak ada udzur bagi
siapa pun yang mengaku dirinya muslim dalam berbuat dengannya, atau tunduk
kepadanya atau mengakuinya. Maka berhati-hatilah, setiap individu menjadi
pengawas atas dirinya sendiri."[2]
Beliau juga mengatakan :
“ UUD yang ditetapkan musuh-musuh Islam dan mereka
wajibkan atas kaum muslimin.. pada hakekatnya tak lain adalah agama baru,
mereka membuatnya sebagai ganti dari
agama kaum muslimin yang bersih dan mulia, karena mereka telah mewajibkan kaum
muslimin mentaati UUD tersebut, mereka menanamkan dalam hati kaum muslimin rasa
cinta kepada UU tersebut, mensakralkannya dan fanatisme dengannya sampai
akhirnya terbiasa dikatakan melalui lisan dan tulisan kalimat-kalimat " Pensakralan
UUD", " Kewibawaan lembaga
peradilan " dan kalimat-kalimat semisal. Lalu mereka menyebut UUD dan
aturan-aturan ini dengan kata
"fiqih dan faqih" "tasyri' dan musyari' " dan
kalimat-kalimat semisal yang dipakai ulama Islam untuk syariah Islam dan para
ulama syariah."[3]
3.
Syaikh Muhammad Amien Asy Syinqithi dalam tafsirnya ketika menafsirkan firman Allah, "Dan tidak mengambil seorangpun
sebagai sekutu Allah dalam menetapkan keputusan." [QS. Al Kahfi :26] dan setelah menyebutkan beberapa ayat
yang menunjukkan bahwa menetapkan undang-undang bagi selain Allah adalah
kekafiran, beliau berkata, "Dengan
nash-nash samawi yang kami sebutkan ini
sangat jelas bahwa orang-orang yang mengikuti hukum-hukum positif yang
ditetapkan oleh setan melalui lisan wali-wali-Nya, menyelisihi apa yang Allah
syari’atkan melalui lisan Rasul-Nya. Tak ada seorangpun yang meragukan
kekafiran dan kesyirikannya, kecuali orang-orang yang telah Allah hapuskan
bashirahnya dan Allah padamkan cahaya wahyu atas diri mereka."[4]
Syaikh Al Syinqithi juga berkata :
" Berbuat syirik kepada Allah dalam masalah
hukum dan berbuat syirik dalam masalah beribadah itu maknanya sama, sama sekali
tak ada perbedaan antara keduanya. Orang yang mengikuti UU selain UU Allah dan
tasyri' selain tasyri' Allah adalah seperti orang yang menyembah berhala dan
sujud kepada berhala, antara keduanya sama sekali tidak ada perbedaan dari satu
sisi sekalipun,. Keduanya satu (sama saja) dan keduanya musyrik kepada
Allah."[5]
4.
Syaikh Shalih bin Ibrahim Al Bulaihi dalam hasyiyah beliau atas Zadul Mustaqni', yang
terkenal dengan nama Al Salsabil fi Ma'rifati Dalil, mengatakan, "…Berhukum dengan hukum-hukum
positif yang menyelisihi syari’at Islam adalah sebuah penyelewengan, kekafiran,
kerusakan dan kedzaliman bagi para hamba. Tak akan ada keamanan dan hak-hak
yang terlindungi, kecuali dengan dipraktekkanmya syariah Islam secara keseluruhannya
; aqidahnya, ibadahnya, hukum-hukumnya, akhlaknya dan aturan-aturannya.
Berhukum dengan selain hukum Allah berarti berhukum dengan hukum buatan manusia
untuk manusia sepertinya, berarti berhukum dengan hukum-hukum thaghut…tak ada
bedanya antara ahwal sakhsiah (masalah nikah,cerai, ruju'--pent) dengan
hukum-hukum bagi individu dan bersama…
barang siapa membeda-bedakan hukum
antara ketiga hal ini, berarti ia seorang atheis, zindiq dan kafir kepada Allah
Yang Maha Agung."[6]
5.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam risalah beliau "Naqdu Al Qaumiyah Al
'Arabiyah " (Kritik atas nasionalisme Arab) mengatakan, "Alasan keempat yang menegaskan
batilnya seruan nasionalisme arab : seruan kepada nasionalisme arab dan
bergabung di sekitar bendera nasionalisme arab pasti akan mengakibatkan
masyarakat menolak hukum Al Qur'an. Sebabnya karena orang-orang nasionalis non
muslim tidak akan pernah ridha bila Al Qur'an dijadikan undang-undang. Hal ini
memaksa para pemimpin nasionalisme untuk menetapkan hukum-hukum positif yang
menyelisihi hukum Al Qur'an . Hukum positif tersebut menyamakan kedudukan
seluruh anggota masyarakat nasionalis di hadapan hukum. Hal ini telah sering
ditegaskan oleh mereka. Ini adalah kerusakan yang besar, kekafiran yang nyata
dan jelas-jelas murtad."[7]
6.
Syaikh Abdullah bin Humaid mengatakan,
"Siapa menetapkan undang-undang umum yang diwajibkan atas
rakyat, yang bertentangan dengan hukum Allah ; berarti telah keluar dari milah
dan kafir."[8]
7.
Syaikh Muhammad Hamid Al Faqi dalam komentar beliau atas Fathul Majid mengatakan, "Kesimpulan yang diambil dari
perkataan ulama salaf bahwa thaghut adalah setiap hal yang memalingkan hamba
dan menghalanginya dari beribadah kepada Allah, memurnikan dien dan ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya…Tidak diragukan lagi, termasuk dalam kategori
thaghut adalah berhukum dengan hukum-hukum asing di luar syari’at Islam, dan
hukum-hukum positif lainnya yang dtetapkan oleh manusia untuk mengatur masalah
darah, kemaluan dan harta, untuk menihilkan syari’at Allah berupa penegakan
hudud, pengharaman riba, zina, minuman keras dan lain sebagainya. Hukum-hukum
positif ini menghalalkannya dan mempergunakan kekuatannya untuk
mempraktekkannya. Hukum dan undang-undang positif ini sendiri adalah thaghut,
sebagaimana orang-orang yang menetapkan dan melariskannya juga merupakan
thaghut…"[9]
Beliau juga menyatakan dalam Fathul Majid saat
mengomentari perkataan Ibnu katsir tentang Ilyasiq,
"Yang seperti ini dan bahkan lebih buruk lagi adalah orang
yang menjadikan hukum Perancis sebagai hukum yang mengatur darah, kemaluan dan
harta manusia, mendahulukannya atas kitabullah dan sunah Rasulullah. Tak
diragukan lagi, orang ini telah kafir dan murtad jika terus berbuat seperti itu
dan tidak kembali kepada hukum yang diturunkan Allah. Nama apapun yang ia
sandang dan amalan lahir apapun yang ia kerjakan baik itu sholat, shiyam dan
sebagainya, sama sekali tak bermanfaat ba-ginya…".[10]
8- Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
mengatakan, "Barang siapa tidak berhukum de-ngan hukum yang diturunkan
Allah karena menganggap hukum Allah itu sepele, atau me-remehkannya, atau
meyakini bahwa selain hukum Allah lebih baik dan bermanfaat bagi manusia, maka
ia telah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari milah. Termasuk dalam
golongan ini adalah mereka yang menetapkan untuk rakyatnya perundang-undangan
yang menyelisihi syari’at Islam, supaya menjadi sistem perundang-undangan
negara. Mereka tidak menetapkan perundang-unda-ngan yang menyelisihi syari’at
Islam kecuali karena mereka meyakini bahwa perundang-undangan tersebut lebih
baik dan bermanfaat bagi rakyat. Sudah menjadi askioma akal dan pembawaan
fitrah, manusia tak akan berpaling dari sebuah sistem kepada sistem lain
kecuali karena ia meyakini kelebihan sistem yang ia anut dan kelemahan sistem
yang ia tinggalkan."[11]
9- Syaikh Abu Shuhaib Abdul Aziz bin Shuhaib Al Maliki
sendiri telah mengumpulkan fatwa lebih dari 200 ulama salaf dan kontemporer
yang menyatakan murtadnya pemerintahan yang menetapkan undang-undang positif
sebagai pengganti dari syariah Islam, dalam buku beliau Aqwaalu Aimmah wa
Du’at fi Bayaani Riddati Man Baddala Syariah Ninal Hukkam Ath Thughat.
أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم
يوقنون
Artinya :
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
(QS.5:50)
والله أعلام
[1] - Tahkimul Qawanien hal.
20-21
[2] - Umdatu Tafsir IV/173-174
[3] . Umdatu Tafsir 3/124, secara ringkas. Dinukil dari Nawaqidhul Iman
Al Qauliyah wal ‘Amaliyah hal. 315, Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali Alu
Abdul lathif, Daarul Wathan, 1414 H.
[4] - Adhwaul Bayan IV/92
[5] . Al Hakimiyah fie Tafsiri Adhwail Bayan, karya Abdurahman As
Sudais hal. 52-53, dengan ringkas, lihat juga Adhwaul Bayan 7/162.
[6] - As Salsabil II/384
[7] - Majmu' Fatawa wa Maqolat Mutanawi'ah
lisyaikh Ibni Baz I/309
[8] - lihat Ahamiyatul Jihad Fi Nasyri Ad Da'wah hal. 196, D. 'Ali
Nufai' Al 'Ulyani
[9] - Fathul Majid hal. 337, Daarul Fikr, 1412 H.
[10] - Fathul Majid hal. 477.
[11] -
Majmu' Fatawa wa Rasail Syaikh Ibnu Utsaimin II/143
0 komentar:
Bismillahirrahmaanirrohiim
Sialahkan menanggapi dengan bahasa yang baik dan sopan... !